"Let me guess, then you guys get back together. ... And you just moved on with your life by throwing me away from it."
Judul: Dongeng Patah Hati
Penulis: Aveline Agrippina, Callia, Dadan Erlangga, Dodi Prananda, Ina Inong, Kokinos Te, Lutfia Khoirunisa, Nurlila Yulvia, Chesarani, Rafandha, Robin Wijaya, Sanie B. Kuncoro, Stephanie Zen, Mahir Pradana
Penerbit: Gagas Media
Tahun: 2013
Halaman: 276
ISBN: 978-979-780-616-3
I rate it 2/5 stars
Aku tertarik memilih buku ini sebagai salah satu kado karena ada temen (yah, nggak bisa dibilang temen juga sih, kenal aja kagak, tapi kita satu jurusan huahaha) yang cerpennya terpilih dalam Proyek 14-nya Gagas Media. Selain itu, pengin baca aja. Tanpa ekspektasi terlalu besar, karena sejujurnya takut di-php-in sama judulnya yang bikin hati sang Galau malah jadi Super Galau.
Aku milih buku ini bukan karena lagi patah hati lho ya! Jangan sotoy! #MalahEmosiSendiri (?)
Dongeng Patah Hati terdiri dari 14 cerpen. 10 cerpen merupakan cerpen yang udah dipilih Gagas melalui Proyek 14. Eh, ada anggota BBI juga di sini, Lulu huahaha. #LuTaunyaTelatLin Sedangkan 4 cerpen lagi merupakan cerpen yang ditulis oleh penulis yang udah dikenal oleh teman-teman sekalian, yaitu Mahir Pradana, Robin Wijaya, Sanie B. Kuncoro, dan Stephanie Zen. Penulis yang lain nggak usah aku sebutin lagi ya namanya, encok jempol ngetik nama sebanyak itu. Mana udah nulis review buku ini dua kali lagi. (FYI review yang tadi nggak kesimpen) -,-
Seperti judulnya, Dongeng Patah Hati menceritakan berbagai macam kisah patah hati. Dari cinta bertepuk sebelah tangan, LDR yang nggak menjamin cinta bakal awet, sampai jatuh cinta sama saudara sendiri. Intinya segala macam hal di buku ini adalah kisah patah hati yang barang siapa lagi galau karena cinta, hukumnya haram membaca buku ini. Kecuali kalau kalian tahan galau rame-rame.. :p
Sekarang lanjut ke the real review!
Aku belum pernah baca karyanya Mas Mahir, Mas Robin, Mbak Sanie, dan Mbak Stephanie lhooo. #MalahBangga #Dikeplak Tapi sekarang udah dong, meskipun baru perkenalan doang. Dan aku lumayan suka. :D
Mengenai 10 cerpen terpilih.. err.. I know that this may be the first time some of you made a short story or so, jadi aku memaklumi kalau masih ada yang kurang di sana dan di sini. Tapi bukan berarti cerpennya pada jelek. Jahat banget kalau aku bilang demikian. Memangnya aku bisa nulis cerpen begitu? Jujur aku nggak bisa, bisanya cuman nulis jurnal harian aja (yang udah di-kripto biar nggak ada yang bisa baca) sama baca buku lalu komentar ini-itu seenak udel.
Tema yang diambil sudah cukup bagus. You know? Sebenernya sih bagiku tema yang bagus banget itu nggak terlalu penting. Yang penting itu gimana cara penulis ngembangin suatu cerita. Aku sendiri lumayan menikmati membaca kisah-kisah di cerpen ini. Namun seusai membacanya, aku belum merasa puas. Belum ada perasaan ingin memeluk buku setelah membaca (sekaligus membayangkan) scene yang 'seharusnya' menyentuh.
Aku memang nggak expert dalam hal sastra. Aku juga nggak bisa nulis kisah yang baik karena aku sekarang hanyalah penikmat cerita. Berikut ada beberapa hal yang menyebabkan buku ini kurang menarik untukku..
Tutup telinga deh! Si Bebek mau ceramah! -,-
Yang pertama, karakter. Aku 'tidak mengenal' para tokoh di sini dengan baik. Iyaaa aku tahu ini cuman cerpen, tapi tetep aja yang namanya eksplorasi tokoh itu penting. Pembaca perlu mengenal tokoh, biar pembaca ikut merasakan apasih yang dirasakan si A dan si B.
Yang kedua, segi penulisannya. Pemilihan kata dan penempatan kalimat yang tepat (errr.. aku rasa ada penggunaan kalimat dalam bahasa Inggris yang 'salah' di sini).. Keluwesan.. Ada atau tidaknya twist.. Aku menemukan beberapa cerpen di buku ini masih ditulis dengan kasar. Kalimat demi kalimat yang disodorkan tidak berhasil membuatku ikut merasakan atau kasihan sama tokoh-tokohnya yang sedang patah hati. Para penulis juga belum menemukan 'gaya' tersendiri yang menandai 'oh, itu karya aku'.
Yang terakhir, penjiwaannya. Seorang penulis yang baik, meskipun sulit, harus bisa membayangkan tokoh-tokohnya seolah-olah hidup, bermain-main di dalam kepala, menunggu untuk dimunculkan kisahnya. Penulis menjadi seorang penonton. Saksi kehidupan para tokoh. Penulis juga sebisa mungkin menulis dalam 'zona nyamannya', tidak dipaksa atau memaksa diri. Sehingga nantinya diharapkan penulis bisa meniupkan ruh ke dalam cerita. Agar pembaca merasa 'tersedot' oleh kisah itu sendiri. Agar pembaca merasa nyaman dalam dunia yang diciptakan penulis. Agar kisah tersebut meskipun sederhana namun mempunyai jiwa, tidak 'kosong', dan mampu dinikmati oleh pembaca.
Itu udah berapa menit lu ceramahnya, Lin?
Nah, barusan ada 3 komentar (atau bisa dibilang tips) untuk teman-teman yang pengin karyanya ngelanjut lagi, bukan sampai di sini saja. Aku rasa kuncinya adalah jadi diri sendiri. Jangan menulis dengan meniru gaya orang lain. Temukan 'rasa nyaman' dalam menulis. Aku sendiri nyaman menulis jurnal pribadi, meskipun nggak pernah di-publish, ya namanya juga pribadi. Saat menulis jurnal, aku merasa bebas!
Selain itu, banyakin latihan! Usahakan menulis minimal 1000 kata per hari, itu tips menulis yang kudapat dari talkshow Tere Liye tahun kemarin. Banyak-banyak ikut lomba buat asah kemampuan. Sekarang cerpen, besok-besok jadi novel. Sekarang boleh aja gagal. Tapi gagal sekarang bukan berarti gagal mulu nantinya. Pokoknya COBA LAGI!
Lin.. itu kok mirip kata-kata di tutup minuman kemasan sama ciki-ciki?
Dengan adanya tiga poin ceramah di atas, aku rasa sah-sah saja kalau aku mengurangi 3 poin yang disediakan rating Goodreads. Namun bukan berarti aku tidak menyukai buku ini. Ada satu cerpen yang menjadi favoritku, yaitu Ulang Tahun Ke-17 oleh Mahir Pradana. Aku suka cerpen itu karena ada sedikit twist yang berhasil nge-jleb-in perasaan sang tokoh utama, yaitu Abdi. Tadinya, aku menyukai kisah yang dituturkan Mbak Stephanie, tapi sayangnya, cerpen Mas Mahir Pradana lah yang berhasi 'merayu' aku. #EaaaBahasamuLebayLin
Okay, aku rasa itu dia review sekaligus ceramah-yang-tidak-diminta dariku. Kalau ceramah tadi bersifat menyindir, jangan dimasukin ke hati, diambil 'saripati'-nya aja. Kalau teman-teman ada yang tersinggung, ya maaf deh. Yang namanya manusia pasti ada aja salahnya, meskipun lagi puasa. Jadi, maafkan aku pemirsah, karena telah mengucapkan kalimat berupa ceramah barusan. Ane khilaf neng, bang.. ane khilaf..
Ini apaan sih! -,-
Lagipula aku nggak bermaksud nyinggung. Yang namanya review kan memang gitu. Nggak cuman bicarain kelebihan. Tapi juga kelemahan buku trus kalau bisa saran-saran untuk memperbaiki.
Iya iya ngerti.. udahlah, Lin. Capek dengerin lu ngoceh mulu!
Kalau diantara teman-teman sekalian ada yang teriak "APAAN SIH LU SOK KASIH GUE CERAMAH BEGITU? EMANG LU BISA NULIS CERPEN?!", jujur aja aku cuman bisa jawab dengan berlinangan air mata "AMPUNI AKU MBAK, KAK, OM, TANTE.. AKU NGGAK BISA! TOLONG JANGAN PAKSA AKUH!"
Keep ngadain proyek macam ini Gagas! Keep mengembangkan karya anak-anak bangsa! Dan.. keep SUKSES! Makasih bukunya.. ^^
By the way, aku penasaran pengin baca hasil dari lomba nulis 7DeadlySins ituh. Aku kemarin pengin ikutan sih, tapi baru nulis prolog aja udah K.O. teng teng teng, udah tepar, udah angkat kaki dari Ms. Word! Nyerah.. -_-
Woy, Lin, udah napa sih! Malah curcol..
Maafkan aku, Ndoro Putri. *ngacir*
he..he.. mendadak minder ngeliat cara mbak ngeresensi (-_-")
ReplyDeletesaya juga sudah baca buku ini.
Dan memang masih ada beberapa kekurangan di sana sini tapi ada juga yang cukup berbobot.
Sampulnya juga lumayan menggoda sih. Terutama yang sempat patah hati..ha..ha..
*segera melipir untuk nulis resensi yang gak kalah keren (sambil berdoa)*
Ngapain minder? Aku rasa review di atas hasil marah2 doang sih, nggak ada nilainya. *ngeplak diri sendiri karena udah jahat buat ripiu begituh* (?)
DeleteYup, lumayanlah. Aku paling suka cerpen Mahir Pradana. Jadi penasaran pengin baca bukunya yang Here, After hehehe. :D
Hahahah, saya juga kurang begitu suka dengan kumpulan cerpen ini. Yang paling berkesan cuma cerpen dari bang Mahir Pradana. Yang lainnya, sepertinya memang bukan selera saya.
ReplyDeleteSetuju deh sama kamu! *nadanya mirip iklan ChunkyBar*
Delete