"Buat apa kamu membohongi perasaanmu begitu? Kamu pikir bicara tentang cinta itu berarti bicara tentang kondisi fisik? Kalau seperti itu yang ada di pikiranmu, semua orang pasti nggak ada yang berpasangan karena nggak ada seorang pun di dunia ini yang sempurna." -Gadis (page 193)
Judul: Catatan Musim
Penulis: Tyas Effendi
Penerbit: Gagas Media
Tahun: 2012
Halaman: 280
ISBN: 978-979-780-471-8
I rate it 3/5 stars
Shelter di depan Gereja Katedral Bogor adalah tempat bersejarah bagi Tya dan Gema. Tiap kali Bogor diguyur hujan, mereka berdua selalu berteduh di shelter sampai hujan berhenti. Terkecuali Gema. Berhentinya hujan atau tidak, Gema tetap melangkahkan kaki pergi dari shelter setelah jam menunjukkan pukul 6 sore.
Awalnya mereka hanya berdiam diri, tak pernah memulai pembicaraan. Sibuk dengan pikiran dan kegiatan masing-masing. Seiring berjalannya waktu, mereka akhirnya saling kenal. Mengenal kebiasaan masing-masing, Gema dengan buku sketsanya, dan Tya dengan kumpulan bunga mahoninya atau novel yang sedang diterjemahkannya.
Namun, kedekatan mereka kemudian mulai meluntur karena Gema terkena kanker Ca Epidermoid. Gema yang tadinya menyukai Tya, memutuskan untuk menjauh dari gadis itu. Membunuh perasaannya sendiri karena ia merasa tak sempurna, ia tak pantas untuk Tya. Gema memutuskan untuk pergi ke Lille..
Bagaimana dengan Tya yang juga menyukai Gema?
Apa seseorang boleh merasa tak pantas untuk dicintai? Bukankah manusia memang tak ada yang sempurna? (page 122)
Aku sebenarnya tidak ada niat baca buku ini. Pas milih kado kemarin nggak ngelirik Catatan Musim, karena rencananya mau pinjam sama temen aja. Tadinya aku pilih Camar Biru, eh, pas paketnya dateng, aku malah nerima buku ini. Yaudalah Lin, masih untung dikasih. Bersyukur dong, bersyukuuur!
Buku ini penuh dengan pergantian musim (yaiyalah, judulnya aja Catatan Musim), cangkir-cangkir, dan lukisan. Aku cukup suka sama objek-objek yang diangkat dalam Catatan Musim. Objek-objeknya ya itu tadi: lukisan Gema, cangkir bercorak yang dikirim Tya ke Kak Agam, cangkir polos yang dikirimkan Kak Agam ke Tya, teh krisan, pohon mahoni, dan shelter tempat pertemuan pertama Gema dan Tya.
Tapi, secinta-cintanya aku sama objek barusan, lama-lama objek itu agak mengganggu juga. Gimana yah? Catatan Musim terlalu banyak menyajikan objek, menurutku. Jadi ceritanya kelihatan nggak fokus. Selain objek yang 'banjir', aku juga kurang suka sama karakter Gema yang insecure (padahal dia cowok!) dan Tya yang nggak peka (terkesan masa bodoh banget sama Gema). Jujur aja aku juga nggak bisa ngerasain dalamnya perasaan Tya-Gema. Kak Agam yang kuharapkan akan menjadi pemuda idaman pun akhirnya 'tereliminasi' olehku saat menyaksikan tindakan gegabah yang ia lakukan ke Gema. "Ya ampun, nih cowok brutal naujubillah, padahal tadinya manis subhanallah" adalah apa yang langsung tebersit dipikirinku waktu itu. *sigh*
Tokoh favoritku di buku ini bukanlah tokoh utama, melainkan Mr. Stephen (meskipun aku heran juga kenapa si Mr. Stephen ini ngebiarin Gema pasang bingkai foto padahal Gema pakai kruk gitu). Ia adalah seorang tua pemilik Ulysses Reading Group di Lille. Aku rasa dia orang yang ramah. Aku paling suka membayangkan Tya, Mr. Stephen, dan para kakek-kakek juga nenek-nenek yang sedang mendiskusikan buku Ulysses bersama-sama tiap episode(bab)nya. Tokoh lain yang aku suka itu Gadis, kakanya Gema. Dia dewasa banget. Meskipun Gadis itu 'keras' sama Gema, menurutku itu sah-sah aja. Gema ndablek gitu sih, nggak mau dengerin nasihat Gadis.
Move one dari tokoh, kita lanjut ke gaya penulisan Tyas Effendi. Menurutku tulisan Mbak Tyas ini mengalir aja kayak air sungai (ini metaforanya jelek banget), salah satu hal yang membuatku bertahan membaca Catatan Musim. Tulisannya juga mudah dipahami meskipun ada beberapa tipografi yang bertaburan.
Objek yang ramai sehingga menghilangkan fokus cerita sudah mengurangi satu bintang. Satu lagi dikurangin karena aku kurang sreg sama tokoh utamanya. Jadi, aku rasa tiga bintang udah cukup. Teruslah berkarya, Mbak Tyas. Terima kasih sudah memperkenalkanku pada sebagian kecil Lille. Terima kasih juga Gagas. Selalu sukses! :))
Aq juga sdh baca buku ini (sama buntelan dari Gagas) dan setuju banget dengan kutipan ini :
ReplyDelete"ceritanya kelihatan nggak fokus. Selain objek yang 'banjir', aku juga kurang suka sama karakter Gema yang insecure (padahal dia cowok!) dan Tya yang nggak peka (terkesan masa bodoh banget sama Gema)"
at least linda kasih 3 bintang, aq kasih lebih sedikit >,<
Aku suka ide ceritanya sih, makanya mau kasih bintang tiga. Yang mengganggu cuman para tokohnya doang hehehe. :p
Deleteaahhh.. aku juga dapet buntelan ini dari gagas. cuma bisa ngasih 2.5*
ReplyDeletemalah cerita yang mengalir itu juga ga aku rasakan :(
btw, camar biru lebih bagus #manasin
nice review Linda :)
Ah, mbak, pinter aja deh manas2in aku. :(
Delete*kepanasan beneran (?)*
Thanks mbak!