“Taruh impianmu setinggi langit, jika mau menjadi seorang yang sukses. Hanya orang yang takut bermimpi yang akan menjadi seorang gagal dalam hidupnya.” –Bli Komang
Penulis: Erwin Arnada
Penerbit: GagasMedia
Tahun: 2011
Halaman: 388
ISBN: 978-979-780-536-4
I rate it 2/5 stars
Samihi dan Wayan Manik. Sahabat yang berbeda asal-usul, berbeda agama, dan berbeda pendirian pula. Satunya penakut, satunya penantang maut. Saling melengkapi satu sama lain. Mengejar mimpi dengan Laut Lovina sebagai saksi bisunya. Yang satunya ada masalah, yang satunya lagi tanpa pamrih bersedia membantu. Demi mimpi. Demi masa depan yang mereka idam-idamkan.
Tapi yang namanya hidup dan mengejar impian itu nggak mungkin mulus-mulus aja. Ada kerikil di setiap langkah. Dan tak jarang ada lubang menganga lebar yang mengharuskan mereka saling bekerja sama jika salah satunya tak sengaja jatuh dalam lubang tersebut.
Okay, ini kenapa kalimatku mendadak mendayu-dayu begini? Intinya, buku ini menceritakan tentang perjuangan dua orang anak dalam meraih mimpi.
Yang terlintas dalam pikiranku tentang sebuah buku yang difilmkan itu pasti.. apa sih yang spesial dari buku itu? Dan kali ini kaget lagi karena aku cuman ngasih bintang 2 biji. -,-
Aku mau nanya dulu nih, orang beragama Hindu itu disunat juga nggak sih? #NoOffense Memang aneh aku nanya begitu. Tapi penasaran doang. Soalnya di buku ini si Samihi nanya ‘sunat itu sakit atau nggak?’ ke sahabatnya, Wayan Manik yang notabene beragama Hindu. Lalu si Wayan nyeritain ke Samihi pengalaman dia di sunat. Itu artinya.. orang Hindu juga sunatan? Baru tahu.. :O
Trus juga, ada di halaman berapaaa gitu.. pas si Samihi lagi buka puasa. Entah mataku yang salah lihat atau otakku yang salah nangkep atau memang kesalahan fatal, Samihi buka puasanya seusai isya. *bengong*
Trus juga, ada di halaman berapaaa gitu.. pas si Samihi lagi buka puasa. Entah mataku yang salah lihat atau otakku yang salah nangkep atau memang kesalahan fatal, Samihi buka puasanya seusai isya. *bengong*
Pertanyaan berikutnya, kenapa Wayan selalu ketiban sial? Padahal he deserves MUCH better than Samihi. Kenapa si Samihi yang masalahnya cetek doang yang dapet jatah bahagia melulu. Sedangkan Wayan kebagian happy 5% aja kagak. Kasihan tau!!! Endingnya dia begitu lagi.. *nggak mau bocorin* *takut spoiler*
Poin ketiga, yang ini bukan pertanyaan. Buku ini pace-nya lamban banget. Butuh tenaga ekstra untuk baca berbab-bab, baru aku bisa nyimpulkan masalah yang dibahas di buku ini itu apa. Kesannya terlalu bertele-tele. Terdapat beberapa hal-hal nggak penting yang terkesan menuh-menuhin halaman doang. Bukan cuman itu aja yang bikin gemes, tapi bahasa Bali yang bertaburan dan kadang nggak ditulis artinya. Catet, aku bukan orang Bali! Dan aku lagi malas belajar bahasa lain karena bahasa Batak aja aku belum lulus, cuman tahu ‘butet’ sama ‘horas’. (?)
Alasan utamaku mau membaca buku ini karena buku ini sudah difilmkan. Kebetulan temen punya buku ini dan mau minjemin. Dan syukurlah karena aku bisa menemukan nilai plus dari buku ini (yang mungkin juga menjadi alasan kenapa buku ini difilmkan).
Meskipun buku ini hanya berhasil menggaet 2 bintang saja dariku, bukan berarti buku ini nggak layak baca. Banyak nilai-nilai yang bisa kita pelajari dari buku ini, yang adalah nilai plus buat Rumah di Seribu Ombak. Nilai persahabatan, itu pasti. Nggak diragukan lagi kalau persahabatan antara dua kubu Samihi dan Wayan Manik patut ditiru. Lalu pelajaran untuk menaklukkan rasa takut. We can learn much from this book. Samihi yang berjuang melawan rasa takutnya dibantu oleh Wayan Manik. We have to be like that, too. Fight our fears!
Sayangnya buku ini not my cup of tea. Bagi yang pengin baca buku tentang melawan rasa takut dan mengejar mimpi, mungkin kalian bisa jodoh sama buku ini. :)
“Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Apa yang kita mau bisa di dapat bila kita kejar dengan usaha keras.” –Wayan Manik
“Apa kau mau sepanjang hidupmu dilanda rasa takut seperti itu? Rasa takut yang sebenarnya bisa kau lawan demi kebaikan dirimu sendiri?” –Wayan Manik
aku juga baca ini. daaaaaaan. cuma bertahan beberapa bab. menyerah menyerah. *lambai2 ke kamera* nggak sanggup baca sampai selesai. muahahaha
ReplyDeleteHahaha untung aku tahan ya. Habisnya ga afdol rasanya kalau ga nyelesaiin baca buku. Tanggung banget. XD
Delete