Friday, 21 December 2012

[REVIEW] Wonder


Judul: Wonder
Penulis: R.J. Palacio
Penerjemah: Harisa Permatasari
Desain sampul: Aniza Pujiati
Penerbit: Atria
Tahun Terbit: 2012
Halaman: 430
ISBN: 978-979-024-508-2
I rate it 5/5 stars

Bulan Mei 2012, aku tak sengaja melihat Wonder di katalog, tapi nggak nyangka buku yang terbit tahun 2012 ini ternyata diterjemahinnya cepet juga. Tumben. :p And yeah, I was so excited. Apalagi pas lihat buku ini di jajaran rak new arrival. Tanpa ba-bi-bu langsung ambil karena udah jatuh cinta pada pandangan pertama. Nggak perlu baca sinopsisnya lagi. Hehehe.

Proses membaca buku ini bisa dibilang cukup lama, dua minggu. Ditambah lagi dengan aku yang mogok buat review. Jadilah novel ini tambah pending kelarnya. Tapi akhirnya, sekarang berhasil juga buat review-nya. Fiuuuh.. *elap keringat Auggie*

And actually I don’t have any idea what this review should be. Buku ini susah buat di-review olehku. Yeah, nge-review buku ‘jelek’ itu memang susah, tapi lebih susah lagi nge-review buku bagus. This book? Of course one of the best book I’ve ever read in 2012. Aku nggak tahu harus bilang apa, tapi buku ini bagus banget. Pengennya sih nulis review sampe paragraf ini doang, tapi.. masa buku sebagus ini nggak di-review? Kan, sayaaang..

Jadilah aku bela-belain nguras otak buat review buku ini. Seriously, I don’t have any idea in describing this novel. Tapi sekarang aku udah berhasil buat review-nya. Lumayan panjang.. syukur-syukur kalau ada yang mau baca. Ahelah.. yang penting udah buat review dan nggak ada utang review deh..

Nah, sekarang harus mulai dari mana? *bingung*


“Ssst, tak ada yang perlu kausesali…”
“Kenapa aku harus sejelek ini, Mommy?” bisikku.
“Tidak, Sayang, kau tidak ….”
“Aku tahu aku jelek.” 
Mom menciumi wajahku. Mom mencium mataku yang terlalu melorot. Mom mencium pipiku yang kelihatan penyok. Mom mencium mulut kura-kuraku. 

Mom mengucapkan kata-kata lembut yang aku tahu seharusnya membuatku merasa lebih baik, tapi kata-kata tak bisa mengubah wajahku.

(page 85)

What do you feel when you read that words? Kalau aku udah ‘lemes’. Kenapa? *brb buka KBBI nyari kata-kata yang lebih pas untuk ngungkapin perasaan kasihan yang bener-bener kasihan sampai-sampai pengin meluk Auggie*

Nama anak ini August Pullman, tapi aku panggi Auggie aja deh biar lebih akrab. Dia menderita kelainan Mandibulofacial Dysostosis. Aku juga baru dengar ada penyakit itu, yang jelas kelainan ini bukan imajinasi sang penulis, penyakit ini benar-benar ada. Kalau nggak percaya, googling aja sana. Dan aku pengin tahu reaksi kalian setelah googling tentang penyakit itu beserta melihat gambarnya.

Gimana? Udah googling? Udah lihat gimana orang-orang yang menderita kelainan ini? So, what’s exactly on your mind and your response right after you saw it?

Aku? Setelah googling, aku tambah lemes lagi. Aku diam di depan laptop, tak lupa pula efek merinding karena ngeri sekaligus bersyukur ternyata aku masih dilahirkan normal. I really couldn’t imagine apa yang akan aku lakukan kalau aku jadi Auggie. Menderita kelainan itu. Dikucilkan sama kebanyakan teman-teman di sekolah barunya, sekolah normal. Harus betah mendapati setiap pasang mata ngeri yang menghunjam tepat ke wajah yang nggak normal sama sekali. Bener-bener bikin hati teriris-iris. Udah diiris, dikasih garem lagi. Gimana nggak tambah pedih? Duh..

Di buku ini nanti, Mrs, Palacio bakal menulis kehidupan Auggie di sekolah barunya, Beecher Prep. Buku ini bukan biografi, lho, jangan salah sangka dulu. Ceritanya memang berlatar di tempat yang tidak terlalu istimewa. Temanya juga sederhana. Tapi nilai moral novel ini tinggi banget.

Ada salah satu kutipan yang aku suka.

TINDAKANMU ADALAH MONUMENMU—Pedoman Mr. Browne untuk bulan Oktober 
Makna pedoman ini adalah kita akan diingat atas perbuatan yang kita lakukan. Perbuatan kita adalah hal yang paling penting. Perbuatan kita lebih penting dari ucapan atau penampilan kita. Perbuatan kita bertahan lebih lama dari umur kita. Perbuatan kita bagaikan monument yang dibangun orang-orang untuk menghormati para pahlawan setelah mereka meninggal. Perbuatan kita bagaikan piramid yang dibagung bangsa Mesir untuk mernghormati para firaun. Namun bukannya terbuat dari batu, monumen itu terbuat dari semua kenangan yang dimiliki orang-orang terhadap kita. Karena itulah tindakanmu bagaikan monumenmu. Bangunlah dengan kenangan alih-alih dengan batu. —Auggie (page 92)

Di sekolah ini ada anak yang nyebelin banget, namanya Julian. Pas disuruh menemani Auggie berkeliling sekolah bersama dua anak lainnya (Charlotte dan Jack Will), Julian tiba-tiba nanya dengan nada kasar plus mengejek: “Apa yang terjadi pada wajahmu? Maksudku, apa kau terluka dalam kebakaran, atau semacamnya?”

Nggak usah ditanya kenapa aku pengin banget nyemplungin Julian ke sumur di belakang rumah! Tuh anak masih kecil aja udah begini, apalagi udah gede nanti? Mungkin lebih berengs*k lagi ya, just like his mother. Iya, emaknya Julian itu sama aja. Masa emaknya Julian ini ngadu ke Kepala Sekolah Beecher Prep kalau Auggie nggak pantes masuk ke sekolah itu karena kondisi wajahnya yang nggak normal. Dasar parah! Memang durian jatuh nggak jauh dari pohon.

Yang ngebuat aku tambah kesel lagi, ada anak yang ngatain Auggie mirip Gollum-nya The Hobbit. Beneran deh, ya, aku pengin noyor kepala tuh anak terus mukulin wajahnya sampai dia mirip Gollum! Trus nih anak juga kelebihan diajar banget. Udah ngejek, main kasar juga lagi. Anak siapa sih? Nggak tahu namanya siapa. Lupa! No need to remember that bast*rd.

Aku bener-bener ngelus dada karena nggak tega pas tahu ternyata anak-anak di Beecher Prep nggak ada yang mau nyentuh dia. Seolah-olah Auggie itu Wabah. Pernah nonton Diary of a Wimpy Kid? Di film itu ada mitos tentang keju tua berjamur yang ada di lapangan basket. Siapa yang menyentuh keju itu akan dijauhi dan dijuluki Sentuhan Keju. Nah, di buku ini, Auggie seolah-olah keju busuk itu. Nggak ada yang mau nyentuh dia sama sekali. :(

Kurasa seperti Sentuhan Keju di dalam Diary of a Wimpy Kid. Para murid di cerita itu takut terjangkit kutu jika menyentuh keju tua berjamur yang ada di lapangan basket. Di Beecher Prep, akulah keju tua berjamur itu. Auggie (page 103)

Salut sama Auggie yang ladenin anak-anak bergajul itu apa-adanya. Salut juga bagaimana dia menanggapi anak yang langsung cuci tangan saat nggak sengaja nyentuh dia. Nggak terkesan sok berani atau sok kuat. Tapi dia memang benar-benar anak dengan hati yang kuat. Keberaniannya membela diri sendiri patut diacungi jempol!

Ada beberapa bagian di novel ini yang membuatku terharu, terutama bab-bab akhir. Aku sebenarnya sudah tahu ceritanya bakal bagaimana, sudah tertebak. Tapi entah mengapa aku masih merasa deg-deg-an, seolah-olah aku tidak tahu apa yang ada di depan dan sedang menunggu suatu kejutan. Dan.. setelah lama deg-deg-an, akhirnya ngucur juga. Nangis karena terharu. Aku nggak tahu gimana ceritanya aku bisa nangis gitu. Nangisnya nggak disengaja, kok. Ciyus, deh!

Kurasa seharusnya ada sebuah aturan yang mewajibkan semua orang di dunia ini untuk mendapatkan sorak sorai penghormatan setidaknya satu kali dalam sumur hidup. –Auggie (page 316)

Maka dari itu, dengan penuh kesadaran dan mata melek 20 watt, aku menyatakan bahwa Wonder adalah salah satu buku yang dikemas dengan baik dan mampu membuat pembacanya pengin meluk si tokoh, bilang segalanya baik-baik saja. Apa yang aku rasakan setelah membaca buku ini sama seperti apa yang aku rasakan setelah membaca The Perks of Being a Wallflower. Hangat. Iya, perasaan hangat!

Ikut tergelak saat Auggie sedang bercanda. Senang saat Auggie akhirnya memutuskan untuk pergi ke sekolah normal meskipun sebenarnya aku agak gugup juga. Iya, aku ikutan gugup! Sebenarnya takut sih. Takut Auggie nggak dapet teman. Takut Auggie minder kemudian putus asa. Takut Auggie benci pada diri sendiri. Takut Auggie mutusin untuk bunuh diri aja. *lebay* Untungnya, ketakutanku itu nggak jadi nyata. Karena Auggie sungguh sosok anak yang patut ditiru. Dia kuat, berani, dan dia punya hati yang ‘besar’. Bagus nih untuk panutan! *perlukah sekali lagi aku menyebutkan sifat Auggie yang patut ditiru ini?*

Novel ini unik juga lho, soalnya gaya penulisannya beda. Disampaikan melalui beberapa PoV, bukan hanya dari Auggie, tapi dari orang-orang terdekatnnya juga. Biasanya kalau PoV bejibun itu bikin pusing, ya. Tapi ini nggak. Malahan enak dibaca. Dari situ kita bisa tahu bagaimana pandangan orang yang kenal Auggie terhadapnya. Ngebedainnya juga nggak susah. Setiap PoV punya karakter tersendiri. Good job, Mrs. Palacio!

By the way, aku paling suka baca PoV-nya Auggie, Summer, dan Jack! Sayangnya, PoV Julian nggak ada. Padahal aku pengen tahu gimana isi pikiran terdalamnya anak sialan satu ini terhadap Auggie. Meskipun bikin kesal tapi ternyata aku penasaran juga sama Julian yang sok perfect.

Susunan Pov, udah bagus dan punya ciri tersendiri. Alurnya juga udah rapi. Ceritanya nggak bertele-tele, tapi malah si reviewer ini yang bertele-tele. Mau bilang novelnya bagus aja susah bener. Kesalahan penulisan cuman kedeteksi satu sih, CMIIW. Temanya nggak ngebosenin. Cara Mrs. Palacio menyampaikan cerita juga bagus, jadi kepikiran buat masukin Mrs. Palacio ke daftar penulis favorit. Covernya simpel tapi cantik dan unik. Intinya, this is a worth book to read! Recommended for everyone!! :)

“Diri kita! Kita! Benar? Orang seperti apa kita ini? Orang seperti apa kalian? Bukankah itu yang paling penting? Bukankah itu pertanyaan yang seharusnya selalu kita tanyakan pada diri sendiri? ‘Aku ini orang seperti apa?’ Kenali dirimu sendiri.” –Mr. Browne (page 67) 
“…kadang-kadang kau meyakiti seseorang tanpa bermaksud melakukannya.” 
–Veronica(page 190) 
Ada beberapa hal yang tak bisa kaujelaskan. Kau bahakn tidak berusaha melakukannya. kau tak tahu harus mulai dari mana. Semua kalimatmu acak-acakan seperti sebuah simpul raksasa kalau kau membuka mulut. Kata apa pun yang kaugunakan akan terdengar salah. –Jack (page 214) 
Lucu juga kalau mengingat kadang-kadang kau sangat mengkhawatirkan sesuatu dan ternyata tak ada yang perlu kau khawatirkan. –Auggie (page 293) 
Kau tak membutuhkan mata untuk mencintai, ya kan? Kau hanya merasakannya di dalam dirimu. –Mom (page 309)
Kisah Auggie mengajarkan kita untuk selalu bersyukur. Bukan malah kufur dan mengejek diri sendiri. Kita harus bersyukur karena kita udah dilahirkan normal. Thanks Allah.. :)
*btw, hari ini nggak jadi kiamat, LOL*

8 comments:

  1. salah satu my wishlist haha

    ReplyDelete
  2. Kaget setengah mati pas googling ada gambar penyakitnya. XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. oh, saking kagetnya aku, refleks hampir nutup laptop. <-- lebay

      Delete
  3. iyaaa... penyakitnya serem :'(
    kasihan yaaa... tetapi dia 'kuat' :')
    untunglah kamu gak 'majang' foto penyakit ini, jadi gak bakal bisa konsen baca review kamu ^^ eniwei, saya suka kamu menonjolkan pesan dari bacaan ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku nggak mau bikin pembaca blog-ku pingsan cuman gara2 lihat penampakan penyakitnya. :(
      Makasih, mbak!
      ^^

      Delete
  4. kayaknya bakal suka ini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makanya dibaca, Mas Tezar! Apa masih nangkring di timbunan? :p

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...