Penulis: Mia Arsjad
Desain sampul: eMTe
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2012
Halaman: 208
ISBN: 978-979-22-8760-8
I rate it 4/5 stars
"...Kalo liat dia sekarang, gue kayak nggak pernah kenal dia. Padahal dulu dia sahabat gue. Lo inget kan waktu dia pertama kali ketemu gue? Kalo dia masih nganggep gue sahabat lama, masa reaksinya begitu? Dingin. Mungkin, buat dia jadi anak baik-baik udah nggak keren." -Dira (page 25)
*sebelum kuliah, buat review dulu ahhhh..*
Dira dan Juna bersahabat sejak SMP. Tepatnya, mereka adalah sekumpulan kutu buku--bersama dengan Mayang dan Irwan juga--yang disatukan oleh hobi baca buku dan nonton DVD. Sayangnya, mereka nantinya tidak akan bersama-sama SMA di Jakarta. Mayang akan ke luar negeri, sedangkan Irwan akan sekolah di luar kota. Tinggal Dira dan Juna yang nantinya bersekolah di Jakarta.
Terakhir kalinya mereka berempat berkumpul (sebenarnya mereka tidak menyangka bahwa itu terakhir kalinya mereka berkumpul berempat), Juna sempat meminta Dira untuk ketemuan di taman dekat sekolah Minggu ini. HANYA mereka berdua. Dira pun menyanggupi.
Minggu siang, Dira sudah menunggu Juna selama 4 jam, namun Juna tak kunjung datang. Padahal mereka tidak pernah ngaret bila berjanji. Tapi sekarang Juna malah tidak datang. Tanpa kabar apa-apa pula. Dan memang.. Juna tidak pernah datang lagi, ke taman itu maupun bertemu mereka bertiga. Seminggu. Sebulan. Hingga setahun berlalu. Tidak ada kabar dari Juna!
Masa SMP telah berlalu. Dira menjadi anak baru di salah satu SMA di Bandung. Tanpa diduga, di sana ia melihat seseorang yang dikenalnya. Arjuna! Ya, dia Juna. Salah satu sahabat kutu butu Dira--sekaligus cinta pertamanya. Sahabat yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Refleks Dira menyapa Juna.
Tapi Juna yang sekarang bukan Juna yang dulu. Ia memang sempat terkejut melihat Dira tiba-tiba muncul di depannya. Namun, ia malah berlalu begitu saja dengan ekspresi yang tidak dikenal Dira. Juna sekarang begitu keras dan dingin. Juna juga pemimpin tawuran di sekolahnya sekarang.
Dira awalnya tidak percaya. Tapi kemudian dia menyaksikan sendiri Juna di tengah-tengah tawuran. Bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali. Mulanya Dira kesal pada Juna karena telah menjadi pemimpin cowok-cowok berandalan di sekolahnya. Namun, rasa penasaran Dira mengunyah habis rasa kesal itu. Dira pun mulai mendekati Juna yang kini sudah seperti orang asing. Mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Juna sejak hampir dua tahun lalu.
Semua perseteruan atas nama gengsi yang disebut tawuran itu, semua didasarkan pada hal-hal bodoh! Mereka merasa membela harga diri, padahal mereka cuma berantem dengan alasan konyol. (page 181)
Apa yang sebenarnya terjadi pada Juna? Mengapa Juna sekarang malah menjadi pemimpin tawuran padahal dulunya dia paling benci tawuran dan menganggap tawuran itu busuk? Bagaimana pula hubungan Dira dan Juna? This sweet teenlit will show you the answers!
Apa yang terlintas di pikiran kalian ketika mendengar kata tawuran? Bukan bermaksud menjelek-jelekkan tawuran, tapi tawuran memang jelek banget. Nggak banget malah! Menurut pandangan kebanyakan cewek, tawuran itu kebiasaan berandalan. Cowok ganteng yang ikut tawuran juga wajahnya nggak ganteng lagi. Berubah jadi ngeri banget--contoh, wajah codetan gegara nggak sengaja kelempar golok. (?) No offense. Memang kenyataan, lho, ya. Memangnya kalian mau sama cowok yang hobinya tawuran? *dengan pengecualian cowoknya nggak seganteng Zayn Malik* #ehem
Ternyata ada cowok ganteng, kutu buku pula, yang mendadak tawuran, pemirsa. Namanya Juna. Aduh, Juna sayaaang, apa yang terlintas di pikiranmu sampai-sampai rela jadi berandalan gitu? Pengen banget rasanya nyentil Juna dari lokasi tawuran ke perpustakaan sekolah dan ngiket dia kuat-kuat di sana. Okay, ini lebay.
Seperti Dira, aku juga penasaran kenapa sih, si Juna ini? Memang, awalnya aku agak males bacanya karena ini teenlit. Tapi karena rasa penasaran, akhirnya aku lanjutin baca demi Juna yang dulunya cowok baik-baik. (Sebenarnya aku lanjut baca karena pengen ngelahap karya Mbak Mia Arsjad yang ini hehehe.)
Menakjubkan bukan, teenlit ini mendapat tempelan 4 dari 5 bintang di jidat? Bintang ini bukan diukur dari perbandingan seluruh buku--buku terjemahan maupun novel Indonesia lain yang bergenre selain teenlit--melainkan berdasarkan teenlit Indonesia yang pernah kubaca. Menurutku, novel ini layak dapat bintang 4 untuk golongan teenlit. Selain ceritanya yang ringan dan asyik, pesan yang disampaikan Mbak Mia lewat teenlit ini juga banyak. Misalnya.. tentang tawuran ini.
Penulisan Mbak Mia juga asyik dan nggak ngebosenin. Tokoh Dira yang ceroboh dan Juna yang pura-pura garang tapi peduli itu udah cukup menghibur. Meskipun kadang aku kesel sendiri sama Dira yang cerobohnya kebangetan. Dira memang goblok atau cerobohnya keterlaluan sih? Masa sampai segitunya? Apa nggak berlebihan? Begitu pikirku tiap kali membaca beberapa kecerobohan Dira. Itulah yang membuatku menyimpan baik-baik 1 bintang yang lain, sehingga teenlit ini hanya mendapat 4 bintang. Iya, aku kurang suka sama sifatnya Dira yang terlalu ceroboh. Yang lain sih, aku suka. Apalagi hobinya nonton DVD dan baca novel juga. Aku bangeeeeet! *membusungkan tangan (?)*
By the way, pas 'merhatiin' Juna, kok aku inget Ari/Ata di Jingga Untuk Matahari-nya Mbak Esti, ya? Hihihi nggaaaaaak. Ari/Ata ini nggak mirip sama Juna kok. Cuman mirip dalam hal tawuran aja. Ngomongin Ari/Ata, aku jadi bertanya-tanya. Kapan sih Jingga Untuk Matahari terbiiiiiiit? Mbak Esti, ayo doooong, mana Jingga Untuk Matahari-nya? *tampang ganas* *mirip tukang palak*
#salahfokus
Well, lupakan yang barusan. Untuk kesalahan penulisan, aku cuman detected satu doang. Yaitu kesalahan penulisan nama. CMIIW.
"Ya lo tanya aja, Ra...," cetus Dira datar. (page 24)
Seharusnya: "Ya lo tanya aja, Ra...," cetus Tasha datar.
Sebenarnya ada satu lagi, sih. Penulisan nama Mayang menjadi Maya di penghujung bab-bab terakhir kalau nggak salah. Okay, itu aja. Yah, namanya manusia, pasti punya salah, kan? Mungkin editornya kurang teliti atau lagi ngantuk..
At last, aku mau bilang teenlit ini wajib dibaca bagi penggemar berat teenlit! Dijamin suka. :)
"...Ra, lo nggak perlu berusaha mengubah imej lo di sekolah lama. Be yourself aja." -Tasha (page 34)
Sahabat bukan cuma ada waktu sahabatnya bilang dia lagi ada masalah, tapi juga saat sahabatnya nggak sadar bahwa dia sedang ada masalah. (page 96)
Masa lalu itu bagian dari hidup kita, harus diterima bahkan seharusnya jadi pemicu untuk menjadikan masa depan lebih baik. (page 120)
"...Orang bisa berubah. Lo nggak bisa mengharapkan gue jadi orang yang sama selamanya..." -Juna (page 183)
Tuhan selalu menyelipkan satu kado rahasia dalam setiap peristiwa "berat". (page 197)
nb: minjem dari temen adikku. :p
Waktu SMP aku hobi banget baca buku-bukunya Mia Arsjad. Lucu banget gaya penulisan dia. XD
ReplyDeleteKayak Lululergic itu ya? :D
DeleteIya, ini aja masih ngakak dan merasa asyik baca teenlit-nya Mbak Mia, padahal aku udah nggak teen lagi huahaha. :p
hihi pengen baca ini. sepertinya seru.
ReplyDeleteBaca deh, Mbak. Lucu. :D
Delete