Judul: Cross My Heart and Hope to Spy
Seri: Gallagher Girls #2
Penulis: Ally Carter
Penerjemah: Alexandra Karina
Desain Sampul: Marcel A. W.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2009 (first published 2007)
Halaman: 264
ISBN: 978-979-22-4921-7
I rate it 3.5/5 stars
*probably contains spoiler since this is the second book of a series*
Nah, sedari awal aku udah ngingetin kalian ya, kalau review ini kemungkinan besar mengandung spoiler (aku usahain nggak deh), terutama yang belum baca buku pertamanya. Tapi, kalau kalian memang kebal sama red-alert-of-spoiler, yaudah, keep kepo-ing this review! Resiko tanggung sendiri. :)
Tapi, kalau kalian malas baca bukunya, baca review ini juga fine-fine aja (?), lumayan kan bisa baca buku lain daripada baca buku ini. Soalnya, buku ini memang menyebabkan efek samping; A) merhatiin sekeliling dengan saksama, dari warna sepatu plus tahi lalat di tangan orang, sampai benang menggantung di kacamata dosen, B) berharap di balik dinding kamar ada ruangan keren; ruang baca pribadi atau bahkan benda-benda peninggalan sang mantan dan mantan calon pacar dan gebetan, C) jatuh cinta sama Zachary Goode--nanti deh kalian semua aku kenalin sama nih bad-boy!--dan mulai melupakan Josh Hutcherson, eh, Josh Abrams maksudnya. -____-"
Ketika masa depan datang--nggak peduli apa yang dibawanya--aku akan jadi lebih pintar. Aku akan jadi lebih kuat. Aku akan siap.
Semester baru di Akademi Gallagher berbeda dari semester kemarin. Ah, ya, tunggu dulu. Masih ingat Akademi Gallagher, kan? Ituloh, sekolah khusus bagi wanita berbakat. Kalau lupa, buka link review seri pertama Gallager Girls. :)
Lanjut ke topik.
Akademi Gallagher hanya menerima murid perempuan. Tapi, kali ini, ternyata Akademi Gallagher kedatangan 'tamu' dari Blackthorne--sekolah mata-mata khusus laki-laki. Ceritanya pertukaran pelajar. Yah, itu hanya alibi, sih. Mata-mata selalu berbohong, bukan? Kalau mau tahu alasan datangnya cowok-cowok aduhai (menurut opini Gallagher Girls) ini, baca bukunya sampai habis. *kedip-kedip mata* *kelilipan* (?)
Cammie Morgan, yang sebelum kedatangan siswa dari Blackthorne memang sudah disibukkan dengan rumor yang tak sengaja ia curi-dengar dari kantor ibunya, notabene Kepala Akademi Gallagher, semakin sibuk karena ternyata pria yang baru-baru ini ditemuinya adalah salah satu dari siswa Blackthorne. Zachary Goode, namanya. Bertemu dengan Cammie saat ia sedang berada di tengah-tengah misi Operasi Rahasia (lagi) di semester baru. Masih ingat kan, Operasi Rahasia semester kemarin Cammie ketemu Josh, sekarang Zach!
Ada yang nyariin Josh, ga, nih? Yah, sayang sekali aku harus bilang kalau kehadiran Josh disini digeser oleh Zach. Sad news, ya, pemirsa! Padahal Josh itu sweet banget.. dulu. ._.
Kehadiran Zach dan teman-temannya di Akademi Gallagher membuat Gallagher Girls--yang jarang (atau bahkan tidak pernah) berkomunikasi dengan pria sebayanya--heboh. Tidak terkecuali Cammie dan tiga temannya; Elizabeth Sutton (Liz), Rebecca Baxter (Bex) dan Macey McHenry (Macey). Tapi, hebohnya empat sekawan ini tidak sama dengan hebohnya Gallagher Girls lain. Empat sekawan ini berniat untuk menyelidiki para siswa Blackthorne yang tiba-tiba memasuki Akademi Gallagher tanpa alasan yang bisa dipercaya.
Siapa para siswa Blackthorne itu? Siapa pula Zach? Apa maksud kedatangan mereka di Akademi Gallagher? (Dan yang berikutnya adalah pertanyaan yang melenceng dari topik) Apa yang sebenarnya terjadi pada Josh hingga Ally Carter sedikit memberikan porsi Josh di buku kedua ini?
Dan aku nggak bisa nggak berpikir bahwa menjadi mata-mata itu sulit. Menjadi cewek itu sulit. Tapi aku ragu ada yang lebih sulit daripada menjadi mata-mata cewek. -Cammie Morgan (page 139)
I'm sorry to say this, tapi memang benar kok, ternyata buku kedua kalah seru dibanding yang pertama. Well, jujur nih, ya, scene terakhir di buku kedua mudah ditebak. Sayang sekali, kan? Padahal aku kepingin lebih dari 'ini'. (Ally Carter: lu mau protes sama gue? *masukin nuklir ke kantong jeans sang reviewer* -___-) Tapi, meskipun demikian, suasana kehidupan mata-mata makin terasa di sini--susah sekaligus kerennya menjadi mata-mata.
Kehadiran pendatang baru di sini membuatku kesenengan sendiri. Tapi tergantung juga, lho, ya. Kalau pendatang barunya bikin kesengsem sih, aku seneng. *lirik Zach* *digampar Josh* Hehehe iya, si Zach ini pendatang baru yang berhasil menyita sebagian waktu Cammie dkk. Seorang pendatang baru yang jadi Subjek mereka. Si Zach ini not bad, lah. Lucu aja pas dia adu pendapat sama Cammie. :D Nggak usah ngebandingin Zach sama Josh. Mereka beda banget!! Kalau Josh itu sweet like strawberry, nah, kalau Zach rasa mint-nya. (?) *bener-bener ga nyambung*
Untuk tipografi sebenarnya banyak, ya. Masih banyak kesalahan kata (kurang huruf, kelebihan kata) seperti buku sebelumnya. Padahal tadinya berharap di buku kedua ini nggak ada kata-kata yang salah lagi. Yah, mau gimana? Editor juga manusia, nggak selalu teliti.
Last but not least, ada sedikit hadiah mata-mata yang diberikan untuk kalian:
Kita mempelajari bidang informasi, ladies. Ini bukan soal operas--ini soal intelijen. Ini bukan soal alat-alat keren--ini soal menyelesaikan tugas kita. -Joe Solomon (page 41)
Tak ada tempat seperti rumah sendiri. -Joe Solomon (page 71)
Memata-matai adalah permainan, begitu juga dengan berkencan, kurasa. Keduanya berhubungan erat dengan strategi dan bermain sesuai kekuatanmu. Dalam kehidupan nyata bisnis rahasia, permainannya bukanlah antara kucing dan tikus--tapi kucing dan kucing. -Cammie Morgan (page 200)
Once again, thanks to Novi yang udah bersedia meminjamkan buku keduanya. :))
Tapi buku 3 & 4 makin seru loh. :))
ReplyDeleteOkay, ini baru mau baca buku 3. Semoga aja nggak agak datar kayak yg kedua. *amiin
Delete:p