"Life is terrifying. None of us have a rule book. None of us know what we're doing here. So, the easiest way to stare reality in the face and not utterly lose your shit is to believe that you have control over it." —Pepper
Judul: A Closed and Common Orbit
Serial: Wayfarers #2
Penulis: Becky Chambers
Penerbit: Hodder & Stoughton
Tahun Terbit: 2016
Halaman: 512 (e-book)
ISBN: 978-147-3621-45-9
★★★★★
Untuk yang belum baca buku pertama (The Long Way to a Small, Angry Planet), lebih baik nggak baca review ini, soalnya di awal buku kedua ada sedikit spoiler dari ending buku pertama. x)
Beberapa menit yang lalu, Lovelace adalah sebuah AI dalam pesawat luar angkasa Wayfarer. Sekarang ia terjebak dalam tubuh buatan spesies Manusia. Ia bisa mendengar, mencium bau, bahkan mencecap rasa, dengan cara yang berbeda tentunya—saat ia minum atau makan sesuatu, sebuah gambaran acak terpampang di pikirannya, gambar yang kurang lebih mendeskripsikan perasaan spesies Manusia saat mencecap minuman atau makanan tsb.
Keadaan yang baru itu membuat Lovelace sulit beradaptasi, terlebih dengan indera penglihatan barunya. Saat ia menjadi AI, ia punya mata di segala arah, baik di dalam maupun di luar Wayfarer. Namun sekarang ia harus terbiasa memusatkan pandangan pada satu arah saja, seperti spesies Manusia yang lain. Ia memang terus dibantu oleh Pepper dan Blue, tapi ia masih merasa kehilangan sesuatu.
Pepper dan Blue adalah sepasang spesies Manusia yang sengaja menempatkan Lovelace di dalam tubuh buatan—meski tergolong perbuatan ilegal—demi membantu Jenks. Pepper sendiri meskipun tergolong spesies Manusia, ia berbeda. Ia sengaja dibuat hanya untuk menjadi sumber daya manusia di pabrik, dulu sekali, saat ia belum bertemu Blue, saat ia masih dinamakan Jane ke-23 dan belum mengerti adanya tempat lain selain pabrik tempatnya hidup dan bekerja dengan Jane yang lain.