Saturday, 31 March 2018

[REVIEW] My Name Is Memory

Dalam setiap kehidupan, permulaannya kurang lebih sama. Ingatanku samar dan tak jelas di masa kanak-kanak, lalu, cepat atau lambat, aku melihat wajah gadis itu di ambang pintu. ... Aku tahu apa yang akan terjadi. Aku datang lagi, pikirku. Setiap kehidupan selalu bermula dari gadis itu, dosa asalku. Aku mengenal diriku melalui dirinya. (hlm. 61)

Judul: My Name Is Memory
Penulis: Ann Brashares
Penerjemah: Ambhita Dhyaningrum
Penerbit: Bentang
Tahun Terbit: 2011
Halaman: 428 (Paperback)
Harga: Rp 64.000
ISBN: 978-602-8811-29-3
★★★★☆


(sengaja pakai cover aslinya soalnya size cover terjemahannya kecil banget, pecah disini.. T_T)

Daniel sudah hidup dan mati berkali-kali, dan ia selalu mengingat setiap keping dari kehidupan masa lalunya. Ia ingat kehidupan pertamanya, sekitar tahun 520 di Afrika Utara, dan itulah yang menjadi asal mula segalanya. Daniel menjadi prajurit saat itu, dan dalam pelatihan pertama bersama kakaknya (yang di kehidupan mereka berikutnya dikenal sebagai Joaquim), mereka ditugaskan untuk membabat habis sebuah desa. Sayangnya, mereka berdua membakar desa yang salah. Mereka membunuh orang-orang tak berdosa. Dan Daniel tidak akan pernah melupakan tatapan sedih seorang gadis cantik di tengah desa yang terbakar. Gadis yang dalam kehidupan-kehidupan berikutnya ia kenal sebagai Sophia.

Setelah penantian yang lama, akhirnya di masa sekarang Daniel dipertemukan kembali dengan Sophia. Sekarang gadis itu bernama Lucy, dan akhirnya seumuran dengan dirinya. Namun, bisakah gadis itu mengingat kehidupannya yang lalu? Bisakah ia mengingat janji yang pernah ia buat dengan Daniel? Dan bisakah Daniel menebus rasa bersalahnya atas kematian-kematian gadis itu di kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya? Atau, haruskah Daniel menyerah oleh takdir yang selalu membuat mereka berdua menderita di masa lalu?

"Kumohon, cobalah untuk memercayaiku. Ini tidak terjadi secara kebetulan. Kau sudah bersamaku sejak kehidupan pertamaku. Kau selalu menjadi memori terpenting buatku, benang tunggal yang menghubungkan seluruh kehidupanku. Kaulah yang membuatku menjadi seseorang." —Daniel (hlm. 215)

Aduuuuuh.. suka banget sama buku ini, sumpah!

Aku pernah mulai baca buku ini sekitar akhir 2012, berhenti di tengah jalan, lalu mau lanjut lagi pas pertengahan tahun berikutnya, yang kemudian aku memutuskan untuk berhenti membaca My Name Is Memory ini karena beneran udah lupa gimana ceritanya. xD Tapi akhirnya aku mulai membaca buku ini lagi sekarang. Dan ternyata buku ini baguuus!

Aku suka membaca kisah-kisah Daniel sejak kehidupan pertamanya—yap, buku ini nanti diceritakan selang-seling antara masa sekarang lalu flashback ke kehidupan-kehidupan Daniel yang pertama sampai yang sekarang. Rasanya aneh tapi juga menyenangkan. Aku suka saat Daniel menceritakan dirinya yang tak melulu baik, saat awal kehidupan dimana ia banyak melukai orang-orang tak berdosa, rasa yang meledak-ledak di dadanya saat mengikuti perang dan membunuh musuh, dan bagaimana ia pertama kali bertemu dengan Sophia.. salah satu dari orang tak berdosa yang pernah dibunuhnya—yang menjadi asal-muasal Daniel selalu bereinkarnasi, karena ia ingin menebus kesalahannya, yang kemudian berujung menjadi rasa cinta.

Salah satu bagian hidup Daniel favoritku adalah saat ia menjadi pasien Constance—perawat yang memiliki jiwa Sophia. Meski masa itu begitu pendek dan menyedihkan, tapi menurutku itu adalah saat paling manis diantara versi masa hidup Daniel-Sophia yang lain. Rasanya kisah hidup Daniel yang ini ingin kubaca berulang-ulang kali. :') Kehidupan yang sekarang, saat Sophia adalah Lucy, yang (akhirnya) seumuran dengan Daniel, memang tidak semanis Daniel-Constance, tapi aku cukup menikmati kisahnya. Bisa dibilang aku mulai menyukai sosok-sosok lain dari Sophia ini setelah Constance sih.. xD

My Name Is Memory ini pace-nya memang agak lambat di awal, tapi bukan lambat dalam artian ngebosenin ya. Dan.. mulai dari tengah sampai menjelang habis, buku ini benar-benar membuatku deg-deg-an parah karena si antagonis, yaitu Joaquim, jiwa kakak Daniel sejak kehidupan pertamanya, berusaha untuk mengacaukan kehidupan Daniel dan Sophia/Lucy (lagi).

Kalau seru banget, kenapa nggak ngasih full lima bintang, Lin? Bab-bab menuju ke belakang memang membuatku deg-deg-an, namun aku jujur saja kurang puas sama ending-nya. Mungkin bagi sebagian orang ini nggak masalah ya—well, sebagian dari diriku sebenernya oke-oke aja sama ending macam ini (yang macam gimana ya nggak kukasih tahu lah, ntar malah spoiler!). Namun sebagian dari diriku memang ada rasa-rasa gimanaaa gitu.. ibarat lagi nungguin kencan pertama sama gebetan, udah dateng duluan, haus banget antara kelamaan nunggu atau grogi trus pesen minum duluan (tapi nggak ketelen juga tuh minuman saking groginya mau ketemu), eh.. tiba-tiba dia ngasih kabar kalau nggak bisa dateng. Kan kampret.. -,-

Tapi, meski demikian, secara keseluruhan aku suka buku ini, dan aku juga nggak akan keberatan untuk membaca ulang kalau-kalau nanti aku kangen Daniel dan Constance. Buat temen-temen yang suka romance dengan bumbu reinkarnasi, mungkin kalian bakalan suka sama buku ini. :D

"Kumohon, percayalah kepadanya. Bukalah hatimu kepadanya. Ia bisa membuatmu bahagia. Ia selalu mencintaimu, dan kau pernah mencintainya dengan segenap hatimu." —Constance (hlm. 245)

2 comments:

  1. kok jadi penasaran sama buku ini ya? dulu sering lihat buku ini di obralan, jadi buku murah. cuma galau mau beli apa enggak, setelah baca resensi ini jadi nyesel kenapa dulu ga beli, hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekarang belum telat untuk beli dan baca kok, Ratih.. kayaknya masih ada di tobuk online deh. :D

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...