Wednesday 24 February 2016

[REVIEW] Me Before You

"Oke.. baiklah.. berhubung kita akan bersama-sama untuk waktu lama, barangkali kita bisa saling mengenal. ... Barangkali kalau kau bisa memberitahukan sedikit padaku, apa yang ingin kau lakukan, apa yang kau sukai, supaya aku bisa... memastikan semuanya sesuai dengan yang kauinginkan?"
"Ini yang kutahu tentangmu, Miss Clark. Kata ibuku, kau pandai bicara. Bisakah kita sepakat? Kau tidak usah banyak bicara kalau sedang di dekatku?"
(hal. 72-73)

Judul: Me Before You
Penulis: Jojo Moyes
Penerjemah: Tanti Lesmana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2013 (first published 2012)
Halaman: 656
ISBN: 978-979-22-9577-1
I rate it 5/5 stars

Louisa Clark mau tak mau harus meninggalkan pekerjaan yang sangat disukainya di The Buttered Bun. Bukan karena dia tidak cukup baik dalam pekerjaannya, melainkan Frank harus menutup kedai kopi miliknya itu karena suatu hal. Lou pun harus rela bolak-balik datang ke Bursa Tenaga Kerja, menjalani pekerjaan yang sama sekali tidak cocok, sampai akhirnya ia ditawarkan menjadi perawat seorang penderita quadriplegia, Will Traynor.

Kecelakaan dua tahun lalu menyebabkan Will memiliki kelainan tulang belakang, yang menjadikan dirinya sebagai pasien quadriplegia: duduk di kursi roda, tidak bisa menggerakkan kaki dan sedikit sekali bisa menggerakkan tangannya, yang untungnya dia masih bisa merasakan sakit. Menjadi orang yang tidak lagi bisa melakukan apa-apa (bahkan mengganti posisi tidur pun tidak), ia depresi. Ditambah lagi dengan berita pernikahan mantan kekasih dengan sahabatnya, Alicia dan Rupert. Will berpikir bahwa satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaannya adalah dengan melakukan Dignitas.

Sanggupkah dalam kontrak enam bulan Lou merubah keputusan Will untuk mengakhiri hidupnya?

"Pernahkah terpikir olehmu, Will, bahwa, entah kau percaya atau tidak, tapi urusannya bukan hanya tentang dirimu?" (hal. 174)

Me Before You adalah buku kedua yang kubaca tahun ini, yang ternyata punya garis besar yang sama dengan buku yang kubaca sebelumnya: cewek ceria yang berusaha menghibur cowok depresi yang lelah akan hidup. Tapi ya beda! Aku bilang begini cuman heran aja, pilihan buku yang kubaca di awal tahun kok pada suram gini sih.. *meringis*

Bisa dibilang aku membuat review ini sesaat setelah selesai membaca bukunya (HEBAT LIN, HEBAT!), tentunya setelah aku nggak shock lagi (TERIMA KASIH KOPINYA!). Sori baru diposting sekarang karena masalah laptop rusak waktu itu. Tapi ternyata corat-coret review di hape asyik juga yak, lebih santai gitu. (Ampun dah Lin, kapan selesai nyerocos? Review-nya mana?!)

Hampir seluruh bagian dari buku ini aku sukai, makanya buku ini mendapatkan lima bintang, sekaligus masuk dalam daftar buku favorit. Terjemahannya beneran enak dibaca, meski ada satu dua typo. Aku suka membaca buku ini dari sudut pandang Lou. Aku juga suka ketika Jojo Moyes menyelipkan satu bab dari tiap orang-orang yang berada di sekitar Will, jadi aku bisa tahu bagaimana perasaan dan pandangan mereka terhadap Will.

Hal yang paling aku sukai dari buku ini adalah percakapan-percakapan Lou dan Will. Memang percakapan yang tergolong biasa, tapi jujur menurutku percakapan mereka itu lucu sekaligus romantis. Entah berapa kali aku ngakak sendirian di kamar (untung mama nggak denger). Tapi, terkadang percakapan mereka juga bikin aku gigit jari lalu berkaca-kaca.. *remet buku*

Nggak cuman itu, aku harus bilang aku sayang sama hampir seluruh karakter di buku ini, tentunya Patrick (pacar Lou yang hobi maraton lari sampai bikin aku mual itu) tidak termasuk. Aku suka Nathan, yang menjadi perawat sekaligus teman Will. Aku juga suka keluarga Lou: Katrina, Thomas, Dad, Mum (apakah aku harus memasukkan Granddad juga?). Nggak seperti keluarga Will yang terkesan dingin, rumah keluarga Clark adalah kebalikannya. Bilang aku lebay, tapi ada banyak kehangatan di sana. *ikut makan ayam bareng keluarga Clark*

Aku suka Lou yang spontan, ceria, dan optimis (meski ada sedikit rasa kesal karena Lou ini punya pacar seperti Patrick yang sangaaaaat menyebalkan!). Aku sayang Will, sifatnya yang nggak mau kalah, keras kepala, yang menyembunyikan sifat penyayang dan kerapuhan yang ia miliki. Tapi, aku juga benci sama Will Traynor. :') Mungkin lebih tepat dibilang kesal kali yak, kekesalan yang masih awet berminggu-minggu setelah baca buku ini.

Dan ini... mungkin spoiler. Jadi paragraf ini lewatkan sajalah! Di bab-bab terakhir, entah berapa kali aku sesenggukan, berhenti sebentar untuk tarik nafas (menenangkan diri), sempet juga pengen nggak usah lanjut baca lagi karena pasti ending-nya bakal begitu! Tapi ujung-ujungnya aku lanjut baca juga. Yang jelas.. ending buku ini lah yang bikin aku nangis-nangis sambil meluk bantal (lagi-lagi aku bersyukur mama nggak denger). Ending yang membuatku ngamuk sama Will Traynor. Merasa kesal. Marah. Nggak terima!!! Tapi, kalau ending-nya nggak begini, aku rasa Me Before You bakal jadi buku yang biasa-biasa saja. I don't think there's another proper way to end this bittersweet love story. Yah, kalau endingnya beda 180 derajat, masih dapat bintang 3 atau 4 lah.. itu juga karena Lou dan Will. :')

Untuk yang pengin baca buku romantis, coba deh baca buku ini. Semoga kalian suka dan nggak berakhir ngamuk-ngamuk kayak aku.

Sekian.
*buang sisa-sisa tisu di tempat tidur*
*catatan (bulan lalu): belum bisa move on*
*update catatan (akhir bulan Februari): sekarang udah move on dooong!* xD

4 comments:

  1. Bukunya tebeeeeel... daku belum semangat bacanya. Tapi keknya bagus ya. Aduh nonton pilmnya aja apa ya x)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Emang tebel sih, Vin.. tapi nggak perlu waktu lama untuk baca buku ini kok.. soalnya ngalir banget menurutku. :)

      Aku pengeeeeen nonton pilemnya!!! Soalnya ada Sam Claflin disitu! ^^

      Delete
  2. Aku penasaran sama lanjutannya nih. Yang After You itu. Tapi Me Before You ini juga masuk dalam buku favoritku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga penasaran sama After You, pengen tahu gimana kehidupan mereka setelah kejadian 'itu'. :')))

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...