Tuesday, 12 February 2013

[REVIEW] Warm Bodies

Aku tidak tahu mengapa kami harus membunuh orang. Aku tidak tahu apa yang dicapai dengan menggerogoti leher seorang pria. Aku mencuri apa yang dia miliki untuk mengganti apa yang tidak kupunya…. Bagaimana ini bermula? Bagaimana kami menjadi seperti diri kami sekarang? Apakah karena semacam virus misterius? Sinar gama? Suatu kutukan purba? Atau sesuatu yang lebih absurd lagi? –R (hal 21)

Judul: Warm Bodies
Seri: Warm Bodies #1
Penulis: Isaac Marion
Penerjemah: Meda Satrio
Penerbit: Ufuk Fiction
Tahun: 2012
Halaman: 376
ISBN: 978-602-18349-6-1
I rate it 3.5/5 stars

Dunia sudah berubah. Bukan lebih baik melainkan bertambah buruk. Awalnya karena perang, kemudian wabah. Pada akhirnya, entah darimana muncul para zombie yang kelaparan. Oh, jangan lupakan para Tulang, bisa dibilang mereka ini pemimpin zombie.

Dunia sungguh bukan lagi tempat yang layak untuk ditinggali. Mana mungkin para manusia hidup dengan nyaman jika sewaktu-waktu ada zombie 'mengetuk' pintu rumah kemudian memakan otak mereka! Yang bisa mereka lakukan sekarang bukan hidup dengan nyaman.. melainkan bertahan hidup di tengah pasukan zombie.

Perry Kelvin adalah seorang petugas. Ya, benar, sudah kubilang tadi dunia tidak nyaman lagi. Makanya Perry mengabdikan hidupnya sebagai salah satu petugas dari stadion yang merangkap sebagai rumah sebagian manusia—di dalamnya termasuk Julie Grigio dan Nora Greene. Aku lupa nama stadionnya apa. Maaf. -,-

Mereka bertiga dan beberapa teman yang lain kebetulan sedang berada di dalam bangunan yang sudah miring saat itu. Tidak terlalu nyaman. Tapi lumayan bisa mengobrol.

Yah.. rasa aman dan tenteram itu sudah bisa ditebak tidak akan bertahan lama. Sekumpulan zombie datang. Mereka tidak banyak. Namun mampu menghabisi (otak dan beberapa bagian tubuh) Perry Kelvin dan teman-temannya. Tapi tidak untuk Julie Grigio...

R, zombie ini tiba-tiba menyelamatkan Julie. Bukan hanya menyelamatkan Julie, dia juga bertekad untuk ‘menjaga Julie tetap aman’—meskipun tadinya ia ingin memakan gadis itu. Entah karena otak Perry Kelvin yang ia makan, atau aura kehidupan yang ia rasakan setelah mengenal Julie.. R tidak tahu. Satu hal yang ia tahu sangat ia butuhkan saat ini adalah: R tidak mau menjadi zombie! R ingin hidup! R adalah mayat yang tidak ingin menjadi mayat!


Aku menatap tanganku, daging kelabu pucat di sana, dingin dan kaku. Aku memimpikannya merah muda, hangat, dan lentur, mampu menuntun, membangun, dan membelai. Aku memimpikan sel-sel mayatku menanggalkan kelesuan, mengembang dan menyala seperti Natal jauh di dalam inti gelapku. –R (hal 82)

Novel tentang peri? Sudah biasa. Tentang penyihir atau malaikat atau vampir juga sudah biasa. Zombie? Nah, itu yang nggak biasa. Aku bilang begitu karena aku nggak pernah baca buku bertitel zombie di dalamnya hehehe. Bagiku membaca buku ini merupakan suatu pengalaman baru. Meskipun inti ceritanya sudah bisa ditemukan di beberapa karya fiksi lainnya. Yah.. kalau karya fiksi lain kan ada manusia yang pengin jadi vampir, dan sebagainya.. dan sebagainya. Kalau ini, zombie yang ingin berubah menjadi manusia.

Awalnya aku beranggapan itu MUSTAHIL. Mana mungkin zombie bisa berubah jadi manusia! Kecuali kalau manusia berubah jadi zombie. Nah, itu baru mungkin. Gimana caranya coba zombie jadi manusia? Dikasih jantung sama arteri blablabla baru? Ah, Marion ngayalnya berlebihan nih. Tapi ternyata bisa juga yah. Dengan usaha, kerja keras, niat yang kuat, menabung setiap hari… (?) *kiat-kiat tadi bohong!*

Tapi kemudian aku mulai percaya bahwa R bisa menjadi manusia lagi. Kenapa? Dia belum sepenuhnya berubah menjadi zombie. Dia masih bisa merasakan hal-hal yang dirasakan manusia. Sejak bertemu Julie, dia juga udah mulai berhasil nggak ‘makan’ orang.

Pertanyaannya, apakah semudah itu? Nggak! Ada banyak perintilan lain yang membantu R berubah. Dan usaha yang dilakukan R itu nggak sepenuhnya disetujui oleh kebanyakan zombie, terutama para Tulang.

Siapa para Tulang? Mereka adalah zombie yang kulitnya sudah mengelupas. Bayangkan saja kerangka manusia yang masih terdapat otot minus kulit! Mereka sosok yang menyeramkan dan ditakuti oleh para zombie. Bagaimana pun, mereka lebih kuat dan mereka juga memegang kuasa atas para zombie. Wajar kalau mereka ngamuk pas denger R bawa manusia ke bandara—tempat tinggal para zombie—dan melindungi manusia itu.

Di telapak tanganku, aku bisa merasakan gema degup jantungnya, menggantikan ketiadaan degupku. –R (hal 98)

R sendiri menurutku adalah zombie yang unik. Setiap selesai mencari ‘makanan’, ia tak sengaja menemukan benda-benda yang dia anggap menarik di kota yang telah menjadi rongsokan. Ia lalu mengumpulkan barang-barang itu di ‘rumah’-nya. Ada pula kaset Frank Sinatra. Dia paling suka lagu-lagu Sinatra ini. Lucu banget pas dia nyanyiin Julie salah satu lagunya Sinatra, kalau nggak salah You Make Me Feel So Young. Coba deh bayangin zombie yang ngomong aja nggak lurus tapi malah nyanyi! *ngakak*

Kau harus selalu memotret, kalau bukan dengan kamera, maka dengan pikiranmu. Kenangan yang sengaja kausimpan selalu lebih jelas daripada yang kaudapat secara tak sengaja. –Julie (hal 139)

Julie juga bukan cewek yang minta dikasihani dan menunggu super hero dateng nyelamatin dia pas ada masalah. Nggak! Dia bukan tipe cewek yang begitu! Julie adalah tipe cewek yang berani ngambil resiko. Dia juga pemberani dan tulus. Yah.. meskipun di awal Julie udah ketakutan aja tiba-tiba dibawa sama tuh zombie tapi nggak dimakan. Terbukti dengan Julie yang langsung siaga ’45 tiap dia dengar suara pas dia lagi tidur di rumah R. Tapi syukurlah lama-kelamaan dia percaya kalau R nggak akan makan dia. ;)

…tidak ada buku aturan untuk dunia. Semuanya ada dalam kepala kita, sarang pikiran kolektif kita sebagai manusia. Jika memang ada aturan, kitalah yang membuat aturan itu. Kita bisa mengubah aturan itu kapan pun kita ingin. –Perry (hal 284)

Yang paling kusuka di sini adalah kehadiran Nora Greene—sahabat Julie yang ternyata nggak terbunuh pas terjadi penyerangan. Dia sahabat yang keren. Dia nggak menyalahkan Julie dan menasehatinya dengan kalimat macam-macam pas tahu kalau Julie berteman dengan R. Dia malah bersedia untuk membantu R. Yang membuatku terkesan akan Nora adalah.. dia cerewet bangeeet hahaha. Selain itu ada M—sahabat baik R. Heran ya, ternyata zombie juga punya sahabat baik. Aku juga suka kilasan-kilasan Perry semasa hidup yang sengaja ia tunjukkan pada R. He’s a lovable boy, too. Sayangnya udah mati. :(

Membaca buku ini lumayan seru, menurutku. Tapi pas baca bab pertama, jujur aja aku agak bosan. Terbukti dengan jeda waktu yang lama pas baca bab itu, kalau nggak salah tiga hari. -,- Tapi mulai bab dua aku langsung semangat bacanya. \(^_^)/

By the way, awalnya aku agak ragu mau baca buku ini atau kagak. Tapi pas lihat trailernya, entah kenapa jadi tertarik dan langsung beli bukunya. Nggak lupa juga setiap dosen jelasin mata kuliah, aku juga jelasin—promosi—Warm Bodies ke temen-temenku, lihatin trailernya, sampai aku benar-benar mirip sales door-to-door. Agak berlebihan, memang. Tapi harus kuakui kalau ini benar adanya.

This book is recommended. Tapi.. kalau kalian baca buku ini, sorenya jangan main game zombie yang difoto-foto itu. Aku lupa nama game-nya apa. Yang jelas, kita foto salah satu teman. Pas foto itu jadi, kita kasih fokus ke mata dan mulut. Hasilnya? Teman kalian jadi zombie. Kalian tempelin tangan kalian ke sana dan si zombie dengan sukarela akan memakan tangan kalian. Okeh, ini malah ngejelasin game. #SalahFokus.

Intinya, jangan main game zombie. Serius ya, sorenya aku dengan penasaran mainin game itu. Malamnya baca Warm Bodies sampai ketiduran. Pas bangun mau sholat isya, nggak tahu kenapa malah merinding. Sholat nggak konsen. Pintu kamar mandi yang udah ditutup berderit sendiri. Apakah ada zombie di belakangku? Ternyata nggak ada. ._. #Penakut

Oh ya, ini ada oleh-oleh dari R, Julie, dan kehidupan Perry yang lampau:

Kita di tempat kita sekarang, bagaimana pun caranya kita sampai di sini. Yang penting adalah ke mana kita pergi selanjutnya. –R (hal 143) 
Pengalaman kita memang menyenangkan, tetapi sekarang sudah berakhir. Seperti inilah segala sesuatu berjalan. –Julie (hal 165) 
Tidak ada tolak ukur untuk bagaimana ‘semestinya’ hidup berjalan, Perry. Tidak ada dunia ideal untuk kautunggu-tunggu. Dunia selalu hanya seperti adanya sekarang. Terserah kepadamu bagaimana kau akan bereaksi terhadapnya. –Ayah Perry (hal 180)

Juga trailer film ini.

source here

Ah.. can’t wait to watch this! Kira-kira kapan ada di Indonesia? 1 Februari udah tayang di bioskop luar-Indonesia, kan? Di sini kapan? Oh well.. DVD bajakannya juga boleh. Donlot film-nya juga nggak apa-apa. Huahaha. XD *dijitak Teresa Palmer sama Nicholas Hoult*

Just asking, kalau R nggak makan otaknya Perry, apa mungkin dia masih menyelamatkan Julie? Zombie-zombie itu datang darimana? Kok bisa-bisanya ada. And yeah.. I'm still wondering how R's life in past. Semoga Marion segera nulis buku keduanya. Prequel juga boleh. Dan katanya, dia memang udah nulis prequel buku ini. Terbit Januari kemarin. Judulnya The New Hunger. XD

Check it here: BurningBuilding.

4 comments:

  1. Wah, kok bisa lama batja bab pertama? :O

    Menurutku malah bagian terbaik buku ini ada di bab pertama dan kalimat terakhir di ending.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin karena di bagian pertama belum terlalu seru dan digambarin banget gimana cara mereka 'makan'. Aku agak jijik sebenernya. -,-

      Delete
  2. kayaknya seruu, pengen baca! masuk whislist nih, tapi udah di filmin? apa nonton filmnya aja gitu ya. hehe :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Film-nya udah ada dari tanggal 1 Februari 2013. :)
      Baca aja dulu deh. Huehehe.

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...