Aku sudah mencarimu. Ke setiap tempat yang mungkin dan tak mungkin kamu singgahi, termasuk perkemahan sirkus dan pasar kembang api. Aku mendatangi penjual kembang api naga favoritmu dan berkata kepadanya, aku kehilangan Cintaku, apakah kamu melihat Cintaku?
Dia justru mengernyit dan bertanya apakah aku sedang membawakan sebuah sajak.
(hal. 64)
Judul: Hanya Kamu yang Tahu Berapa Lama Lagi Aku Harus Menunggu
Penulis: Norman Erikson Pasaribu
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2014
Halaman: 186
ISBN: 978-602-03-0448-9
Harga: Rp 48.000,-
I rate it 4/5 stars
Menunggu.
Satu kata sendu itu bisa berarti menunggu banyak hal seperti: menunggu namamu dipanggil untuk check-up dokter di hari Rabu, menunggu BRT di halte dekat rumahmu, menunggu kembalian uang lima ribu, menunggu gajimu cair bulan itu, menunggu cintamu mengucap rindu, atau menunggu maut menjemputmu.
Menunggu membutuhkan kepastian. Kau dan aku tidak akan pernah tahu kapan menunggu akan menorehkan tanda titik di akhir. Hanya dia yang kau dan aku tunggu yang tahu kapan kau dan aku harus berhenti.
Menunggu juga tak memerlukan keharusan. Aku bisa berhenti, begitu pula dirimu. Tapi kata berhenti itu sebenarnya semu. Kau dan aku telah mengumumkan ke seluruh dunia kalau kau dan aku berhenti menunggu, tapi sedetik kemudian kau dan aku meragu, kembali menunggu. Hanya dia yang benar-benar tahu kapan kau dan aku harus berhenti.
Kau dan aku bisa menunggu seumur hidup. Kau dan aku bisa saja menunggu dia yang tak pernah datang dan memutuskan untuk hidup dalam hati terkekang bersama dia yang tidak kau dan aku tunggu. Kau dan aku bisa saja mati sia-sia karena terus menunggu.
Dunia ini terkadang seperti penantian yang tak usai-usai. Perjalanan yang sunyi. Kadang menyenangkan, lebih sering menyakitkan. Ditinggalkan. Terpaksa meninggalkan. Patah hati. Dilupakan. Terpaksa melupakan. Kalah. Terpaksa menyerah... (hal. 83)
Kau menunggu.
Aku menunggu.
Dia menunggu.
Atau tidak sama sekali.
Lalu kapan siklus itu berhenti?
Kini kita bertiga tidak juga berbicara. Udara merupa pasir gurun Mesir yang memenuhi alveoli, bronkus, paru-paru, kerongkongan, rongga mulut: kita mati dalam diam. Diam yang pepat. (hal. 113)
***
Hanya Kamu yang Tahu Berapa Lama Lagi Aku Harus Menunggu adalah kumpulan cerita pendek yang bertemakan penantian. Ada dua puluh cerita pendek: diantaranya ada kisah yang saling berhubungan juga. Aku nggak akan menuliskan sinopsis ke-dua puluh antologi, kebanyakan. Aku hanya akan menuliskan sinopsis antologi yang menjadi favoritku.
Sepasang Sosok yang Menunggu
Nah, aku nggak akan bilang sepasang sosok ini siapa. Pokoknya kisah yang satu ini adalah kisah yang paling bikin hati aku 'nyeeesss' gitu. Sepasang sosok ini adalah sepasang sosok yang boleh dibilang saksi setengah kehidupan Jack, si pemilik toko mainan. Kalau aku bilang alasan kenapa hatiku nyesss-nyesss pas baca kisah yang satu ini, takutnya spoiler. Udah ya.. :p
Kondektur
Tentang seorang kondektur bus yang selalu dihantui pikiran tentang ibunya: entah karena rindu atau rasa sesal muak dan malu. Suka sama kisah ini karena menurutku endingnya punya twist yang cukup bikin aku kaget!
Novelis Terkutuk
Tentang bagaimana lenyapnya seorang penulis bernama Ruhut Manihuruk. Memang lenyapnya Ruhut ini terlihat tidak masuk akal, tapi karena ke-absurd-an itulah yang membuat aku suka kisah yang satu ini. Ditambah lagi ada dialog antara Ruhut dan tokoh rekaannya. Suka! *linda sukanya yang aneh-aneh* :p
Pria Murakami
Tentang seseorang yang tanpa lelah menunggu pria yang tak terlihat, pria yang mirip dengan Murakami muda. Nah, yang ini juga tidak masuk akal dan aneh tapi aku suka. :3
Menunggu adalah soal kamu tiba tepat waktu dan pasanganmu terlambat, atau kamu datang terlambat dan dia lebih terlambat, atau kamu terlalu cepat dan dia tepat waktu, atau kamu terlalu cepat dan dia terlambat. (hal. 15)
Kisah-kisah yang ditawarkan Bang Norman kebanyakan absurd dan terlihat mengada-ada, ia juga banyak menyelipkan kisah tentang gay di sini. Karya sastra biasanya menjemukan untuk dibaca, tapi tulisannya Bang Norman ini ndak ngebosenin. Nyastra tapi santai tapi ngena. Iya, ngena banget, apalagi kalau yang baca lagi capek nungguin orang yang sama dan penantian itu terasa seabad padahal baru seminggu dua minggu sebulan dua bulan... blablabla... :|
Recommended untuk siapa saja: baik yang suka sastra maupun yang nggak suka. Saran: bacanya pas lagi rindu sama seseorang aja biar feel-nya lebih dapet! Tapi jangan terbawa suasana juga pas bacanya, kakaaaak. Aku nggak mau tanggung jawab kalau kalian malah tambah rindu dan galau karena terlalu lama menunggu. :')
Selamat sore! Selamat menunggu di malam minggu! ^^
Bahwa ada dua jenis akhir dari kisah tentang penantian (yang lahir karena kesepian) akan kehadiran seseorang, yang senang dan sedih. (1) Dia yang dinanti akhirnya tiba. (2) Si penanti akhirnya letih menunggu lalu akhirnya memutuskan untuk berhenti, lalu melupakan segalanya. (hal. 89)
No comments:
Post a Comment