Wednesday, 31 January 2018

[REVIEW] The Girl with All the Gifts

"I won't bite." —Melanie

Judul: The Girl with All the Gifts
Serial: The Hungry Plague #1
Penulis: M.R. Carey
Penerbit: Orbit
Tahun Terbit: 2014
Halaman: 408 (e-book)
ISBN: 978-031-62-7814-0
★★★★☆
Melanie adalah salah satu hungry yang spesial. Tidak seperti para hungry dewasa yang sudah sepenuhnya hilang akal dan tidak tahu apa-apa selain makan daging dan darah manusia, Melanie dan anak-anak lain malah disekolahkan, diajarkan berbagai pelajaran akademik, bahkan dibacakan mitologi Yunani oleh Miss Justineau (hal yang paling disukai Melanie).

Diajarkan demikian, Melanie dan yang lain bahkan tidak sadar tentang diri mereka sendiri. Bahwa mereka adalah hungry. Bahwa mereka sebenarnya adalah subjek percobaan untuk menemukan obat agar para manusia tahan terhadap wabah Hungry yang sudah tersebar dimana-mana.

Masih tidak menemukan hasil apa-apa setelah membedah otak beberapa hungry kecil, Dr. Caldwell pun akhirnya memutuskan untuk langsung bereksperimen dengan yang paling jenius diantara hungry kecil tsb, yaitu Melanie. Sayangnya, belum sempat membedah Melanie, Miss Justineau mencegah eksperimen Dr. Caldwell. Tak hanya itu, beberapa saat kemudian, lab mereka tiba-tiba saja diserang oleh ratusan atau bahkan ribuan hungry dewasa yang dibantu masuk oleh para Junkers (manusia yang bertahan hidup di luar dinding dan seringkali mencuri persediaan markas yang mereka temui).

Markas pun hancur, hanya meninggalkan beberapa yang selamat. Melanie yang masih terguncang karena fakta bahwa dia adalah salah satu hungry. Miss Justineau yang mencoba untuk menenangkan Melanie. Dr. Caldwell yang terluka. Sergeant Park yang sinis, dan bawahannya yang ceroboh, Gallagher. Satu-satunya tempat aman yang harus mereka tuju adalah Beacon. Namun, di sepanjang perjalanan, mereka harus bertemu dengan ribuan atau bahkan jutaan hungry. Belum lagi fakta kalau mereka juga membawa satu hungry diantara mereka, Melanie.

The air is heavy with scents. Melanie knows that some of them are the scents of the flowers, but even the air seems to have a smell earthy and rich and complicated, made out of living and things dying and things long dead. The smell of a world where nothing stops moving, nothing stays the same.

Oke, jadi hungry itu sama aja kayak zombie ya, cuman beda nama. Sama juga seperti zombie, mereka yang terinfeksi oleh hungry ini bakalan bereaksi sama gerakan tiba-tiba, bau air liur, darah, dan keringat manusia, juga suara. Nah, para survivor di buku ini selalu mengoleskan tubuh mereka dengan semacam salep yang bisa menyamarkan bau manusia. Tapi, beda ceritanya kalau mereka udah langsung terjun ke alam bebas, dimana mereka harus hemat-hemat pakai salep yang jumlahnya udah terbatas. Dan lagi, harus bergerak sepelan dan sebisa mungkin tanpa suara. Harus kuakui pas baca adegan-adegan yang mengharuskan mereka melewati bejibun hungry (dan ini sering bangeeet), aku refleks tegang dan nahan nafas. xD

Menurutku buku ini unik karena ceritanya beda. Nggak seperti tipikal novel mayat hidup yang mayat hidupnya kepengin jadi manusia atau sekelompok manusia dikejar-kejar mayat hidup. #nooffense Di sini, si hungry aka Melanie malah ikut berkelompok sama manusia untuk lari dari para hungry yang kelaparan. Bahkan Melanie juga setuju-setuju saja meski tahu kalau saja nanti mereka berhasil sampai ke Beacon, dia harus menjadi subjek penelitian lagi. Bagi Melanie, rumah adalah dimana Miss Justineau berada, bukan dimana para hungry sejenisnya berkeliaran atau berdiri diam menunggu mangsa.

Selain keunikannya, karakter-karakter di buku ini menurutku udah maksimal banget penjabarannya. And the plus point about this book is... it makes some people changing; from bad to good or the contrary. Aku bisa dengan mudah suka sama Melanie—si hungry kecil yang suka banget membaca dan mendengarkan hal-hal baru, terlebih mitologi Yunani yang sudah dihapalnya di luar kepala. Nggak cuma itu, Melanie ini juga jenius dan baik banget. Yang bikin aku salut adalah kegigihan Melanie untuk nggak menggigit para survivor tsb, terutama Miss Justineau yang sangat disayanginya. Miss Justineau menurutku guru yang keren, tapi aku tetep nggak bisa seneng sama Miss J ini seperti Melanie sayang sama dia. Di awal aku seneng, tapi lama-lama malah kurang suka.

Beda lagi sama Sergeant Park. Awalnya aku kesel banget sama sersan satu ini karena dia selalu menjelek-jelekkan Melanie. Tapi, lama-lama aku malah seneng banget sama dia. Gara-gara Sergeant Park dan Melanie yang cerdas, survivor lain jadi terkesan idiot di mataku, sorry. xD Terutama Dr. Caldwell.. nah, yang ini sih orangnya selalu ngeselin. Yang dipikirin selaluuu aja tentang percobaan, nggak peduli tempat atau waktu (yang seringkali bikin aku sakit kepala karena nggak ngerti nih orang ngomongin apa). :p Gallagher menurutku yang paling ceroboh. Mungkin karena dia masih abege dan labil kali yaa. Sama seperti perasaanku yang gradually berubah sama Miss J dan Sergeant Park, aku juga merasa begitu ke Gallagher. Meski di awal dia terkesan penakut dan ceroboh banget, lama-lama sisi manisnya kelihatan. ^^

Tentang ending-nya... oke, nggak spoiler ya. Menurutku it was okay. Sebenernya aku agak nggak rela sih ending-nya begitu, makanya bintangnya kukurangin satu. :v

So, this is definitely a GREAT book, imo, but not in a fun way. Kalau kalian lagi kepengin baca buku tentang mayat hidup yang seru tapi tokoh utamanya manis dan polos, baca deh ini. Untuk istilah ilmiahnya kalau nggak ngerti kayak aku nggak apa-apa, skip aja. xD Selain istilah-istilah ilmiah dan pembedahan oleh Dr. Caldwell, aku cukup menikmati membaca buku ini.

The Girl with All the Gifts ini udah difilmkan dengan judul yang sama lho, tapi, aku rasa aku nggak kepengin nonton film adaptasinya deh, takut ngerusak image bagus yang diciptakan buku ini di otakku sih.. eheheh. :p

When there's nothing to do, and you can't even move, time goes a lot more slowly. Ch. 10

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...