Series: The Hunger Games #3
Penulis: Suzanne Collins
Penerjemah: Hetih Rusli
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Edisi: Indonesia
Tahun: Januari 2012 (First published August 24th, 2010)
Halaman: 432
ISBN: 978-979-22-7843-9
"Trilogi ini merangkum gerakan politik dari novel 1984, kekerasan yang tak terlupakan dari A Clockwork Orange, nuansa imajinasi The Chronicles of Narnia, dan daya cipta nan cerdas dari Harry Potter." -New York Times Book Review
Anyway, I don't know how to start reviewing this. Nice books always hard to reviewed, right? Begitu pula buku ini. Setelah kehabisan nafas di buku pertama dan buku kedua, aku belum kapok membaca buku terakhir ini—malahan tertantang. Bukan kehabisan nafas karena susah mencerna ceritanya (oh.. tidak mungkin), tapi karena jalan ceritanya sanggup membuatku sesak nafas dan terbawa emosi.
ALERT: this review probably contains spoiler especially for those who haven't read the previous books.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Bunga mawar putih, seputih salju, yang diletakkan di meja riasku adalah pesan pribadi untukku. Menyatakan adanya urusan yang belum selesai. Membisikkan kata-kata, Aku bisa menemukanmu, Aku bisa menjangkaumu. Mungkin aku sedang mengawasimu sekarang. -Katniss Everdeen(page 22)
Apa yang akan kau lakukan jika tempatmu dilahirkan dan dibesarkan hancur berkeping-keping? Apa yang akan kau lakukan jika kau selamat dari bahaya tapi kau tahu kau takkan hidup dalam damai untuk waktu yang lama? Apa yang akan kau lakukan jika orang yang kau cintai berada di tangan monster paling menjijikkan? Apa pula yang akan kau lakukan jika kau dijadikan pion dalam permainan yang sungguh-sungguh membuatmu muak?
Apa yang akan kulakukan?
Aku mengambil nafas dalam-dalam. Kedua lenganku terangkat sedikit—seakan mengingat sayap-sayap hitam-dan-putih yang diberikan Cinna padaku—lalu kedua tanganku kuturunkan ke sisi tubuhku.
"Aku akan menjadi Mockingjay."
(page 39)
Katniss Everdeen selamat dari Hunger Games, dua kali. Tapi dia belum sepenuhnya aman dari ancaman Capitol meskipun kini ia dalam lindungan Distrik 13.
Pemberontakan makin merajalela di distrik-distrik untuk menjatuhkan Capitol. Kini tak ada seorang pun orang-orang yang dicintai Katniss aman karena Presiden Snow ingin menumpas revolusi dengan menghancurkan Mockingjay... bagaimanapun caranya.
The last book of The Hunger Games Trilogy. Buku terakhir (I hate that words, actually—IT'S ENDING!). Di dalam buku terakhir, biasanya kita membutuhkan banyak penjelasan atas beribu pertanyaan yang tak sengaja kita ciptakan di buku sebelumnya. Aku juga mungkin memiliki banyak pertanyaan, dan sejujurnya terjawab sudah di sini. Selain pertanyaan, di buku terakhir kita mengharapkan something different, something amazing, dan sesuatu yang lebih seru dari buku-buku sebelumnya. I got those two points. But not the last one. Aku lebih suka suasana dari buku pertama dan buku kedua. Kalau menurutku, lebih seru di buku sebelumnya, meskipun inilah perang sungguhan! The real Hunger Games!
Aku suka cara Suzanne Collins menuliskan perasaan Katniss di awal-awal bab. Pokoknya setuju! Perasaan kosong dan kacau yang dialami Katniss digambarkan dengan jelas. Aku juga sempat merasa kehilangan dan terpuruk saat membacanya. Terbawa suasana. Suasananya suram sekaligus miris saat Katniss meronta-ronta dan memikirkan kemungkinan buruk yang terjadi pada Peeta. Tanpa morfin mungkin ia tak pernah bisa beristirahat. Kacau karena galau. Her condition is just so awful! But, still, she's the hero! Bukan Katniss namanya kalau nggak bisa bangkit dari keterpurukan!
Sejak awal membaca sampai pertengahan buku, aku memutuskan untuk memberi 4/5 bintang. Tapi, di saat terakhir, kemungkinan-kemungkinan buruk yang kubayangkan—yang menyebabkan rating buku ini kalah dibanding buku sebelumnya—sebelum menyentuh bab akhir ternyata salah besar! Dan aku bersyukur karena dugaan-dugaan akhirku tidak benar-benar terwujud dalam kata-kata di akhir bab buku ini. IT'S AN EPIC ENDING—EPIC, EPIC, EPIC, AWESOME, INDEED I LOVE IT! Hahaha berlebihan memang. Tapi itulah yang aku suka. Akhir dari buku menakjubkan yang kuharap benar-benar ada saat pertama kali membaca The Hunger Games. Akhir yang sempat aku ragukan karena sikap Peeta di buku terakhir yang—sumpah!—membuatku lebih membenci Capitol dan Snow. Boleh kan, aku beri sedikit bocoran about the ending? HAPPY ENDING! :p
Lalu setelahnya, ketika Peeta berbisik, "Kau mencintaiku. Nyata atau tidak nyata?"
Kujawab dia, "Nyata."
Dengan berakhirnya buku ini, aku yakin aku kehilangan sesuatu. Aku akan merindukan mereka. Menerka-nerka kehidupan mereka selanjutnya. Meskipun ini semua hanyalah fiksi. Dan mungkin karena fiksi itulah aku diperbolehkan memiliki beberapa pertanyaan konyol setelah membaca buku ini dan membayangkan jawabannya sesuai selera mhehehe. Yang paling mungkin ya, itu tadi, aku akan merindukan mereka. Terutama Cinna. Sangat sangat merindukan Cinna jauh sebelum membaca Mockingjay. :( Entah kenapa aku mengidolakan Cinna di sini. Apa? Nggak tahu siapa Cinna? Haduh.. itu, lho, penata gayanya Katniss. Aku tidak tahu dia orang keberapa yang tulus mengorbankan nyawanya demi Katniss. Orang kedua setelah Peeta, mungkin. Aku tidak tahu pasti. Tanyakan saja Mrs. Collins. ._.
Well.. karena ending-nya yang oh, so sweeeet!, maka aku tidak jadi memberikan 4/5 bintang. Melainkan 5/5 bintang, tentu saja. Recommended for EVERYONE! :)
dari sinopsisnya aja udah bikin penasaran BANGET.. andai rumahku dekat dengan Gramedia.. aku langsung beli tiga"nya.. Thanks udah share.. :)
ReplyDeleteAyo dibeli.. dibaca.. :)
ReplyDeletekondisi Katniss di Mockingjay ini bener2 kacauuuu sampe aku sendiri kayak merasa jadi Katniss, jadi ikut2an galau gak jelas -_- Dan endingnya yaampun gregetan, wah, plus geram sama mommy Collins -_-
ReplyDeleteAku masih inget galaunya aku pas baca buku ini huahaha. Penulis dystopia emang kadang nulis ending yang bikin gemes yak! >.<
Delete